SELARASRIAU.COM, ROHIL – Rabu sore (20/11/2024) di Bagan Batu, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), udara terasa hangat, sama seperti suasana hati para pemuda milenial yang berkumpul untuk bertemu SF Hariyanto.
Calon Wakil Gubernur Riau itu hadir dengan wajah ramah dan langkah penuh keyakinan, siap mendengar langsung aspirasi generasi muda.
Di bawah tenda sederhana, Hariyanto berbincang santai, mendengarkan setiap keluhan dan harapan.
“Hari ini, kita tidak hanya bertemu. Kita membangun harapan bersama untuk Riau yang lebih baik,” ujar SF Hariyanto, membuka pertemuan.
Sementara Hamzah, seorang pemuda Bagan Batu, berdiri dengan sedikit gemetar. Suaranya terdengar berat, tapi tegas.
“Pak, Riau ini kaya, tapi jalan di sini masih banyak yang rusak. Setiap kali hujan, kami harus bergelut dengan lumpur. Kalau kering, debu mengepul. Kami ingin perubahan, Pak,” katanya, diiringi anggukan setuju dari yang lain.
Mata Hariyanto tampak serius. Ia menatap Hamzah dengan penuh perhatian, lalu berkata, “Kami paham. Jalan yang rusak bukan hanya soal kenyamanan, tapi soal masa depan. InsyaAllah, jika diberi amanah, kami akan memprioritaskan jalan lingkar Bagan Batu. Tahun 2025, kami mulai pengerjaannya.”
Tepuk tangan menggema, namun di wajah beberapa orang masih terlihat harapan yang hati-hati. Mereka tahu, janji politik sering kali hanya tinggal kata. Tapi kali ini, nada suara Hariyanto berbeda—ada kehangatan, ada ketulusan.
Tidak hanya berbicara soal infrastruktur, Hariyanto juga menyentuh hati para pemuda dengan pesan inspiratif.
“Adik-adik, jangan pernah menyerah pada keadaan. Kita mungkin hidup di tengah keterbatasan, tapi itu bukan alasan untuk berhenti bermimpi. Tantangan ini akan menempa kalian menjadi lebih kuat,” ucapnya dengan suara bergetar.
Ia melanjutkan, “Kalian adalah penerus estafet kami. Jika nanti saya diberi amanah, saya ingin melihat kalian bukan hanya sebagai penonton, tapi sebagai pelaku utama perubahan di Riau.”
Di akhir acara, Hariyanto menyempatkan diri menyapa satu per satu hadirin. Tangannya yang kokoh menggenggam tangan pemuda dengan hangat, seolah ingin menunjukkan bahwa ia benar-benar ada untuk mereka.
“Riau butuh pemimpin yang mendengar, bukan hanya bicara. Apa yang kalian sampaikan hari ini akan jadi pijakan kami untuk bekerja lebih baik,” katanya, menutup pertemuan dengan senyum yang menenangkan.
Bagi Hamzah dan teman-temannya, pertemuan ini adalah lebih dari sekadar silaturahmi. Ini adalah secercah harapan baru di tengah jalan yang berlubang, debu yang mengepul, dan impian yang belum tersampaikan. Kini, mereka menunggu—bukan hanya janji, tapi bukti nyata perubahan. *** (dil)