MIKROALGA : Organisme Kecil yang Banyak Manfaat

MIKROALGA : Organisme Kecil yang Banyak Manfaat

Oleh : Prof. Padil
Koordinator Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Universitas Riau

DITENGAH semakin seriusnya persoalan lingkungan, mulai dari pencemaran udara, krisis air bersih, hingga naiknya kadar karbon dioksida di atmosfer, kita perlu memikirkan apa saja solusi yang bisa 
ditawarkan alam. Dunia sains hari ini tidak hanya berkutat pada teknologi canggih yang  membutuhkan investasi besar.

Sebaliknya, sebagian ilmuwan justru kembali menengok makhluk hidup yang telah hadir jauh sebelum dinosaurus ada yaitu mikroalga. Organisme bersel satu yang hidup di air ini mungkin luput dari perhatian kebanyakan orang, tetapi kontribusinya bagi planet bumi tidak bisa dipandang kecil.

Mikroalga adalah kelompok organisme fotosintetik yang hidup diperairan tawar maupun laut. Para peneliti memandang mikroalga sebagai salah satu “mesin biologis” paling efisien dimuka bumi. 
Mereka mampu memanfaatkan cahaya matahari untuk menghasilkan oksigen dan menyerap karbon dioksida, persis seperti pohon, namun dengan efisiensi yang jauh lebih tinggi.

Badan Energi Terbarukan Amerika dan berbagai studi dari Eropa sering menyebut mikroalga sebagai organisme masa depan karena potensinya yang sangat besar dalam menjaga kesehatan lingkungan dan menyediakan sumber energi hijau.

Ketika berbagai tantangan lingkungan semakin mendesak, mikroalga menawarkan setidaknya tiga kontribusi penting yaitu penyerapan karbon, pemurnian air, dan penyediaan energi terbarukan.

Ketiganya hadir secara alami tanpa perlu rekayasa yang rumit. Dengan pendekatan budidaya yang tepat, mikroalga dapat menjadi salah satu solusi hijau yang tidak hanya menjaga alam, tetapi juga memberikan nilai ekonomi yang nyata.
Salah satu masalah lingkungan terbesar dunia saat ini adalah peningkatan emisi karbon dioksida (CO?).

Badan Meteorologi Dunia (WMO) mencatat bahwa konsentrasi CO? global terus mencapai rekor tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Inilah gas rumah kaca yang mempercepat pemanasan global dan menyebabkan berbagai dampak seperti cuaca ekstrem, kenaikan permukaan 
air laut, hingga gangguan produksi pangan.

Di sinilah mikroalga menunjukkan keunggulannya. Penelitian dari Universitas Kyoto, Amerika, hingga Jerman menyatakan bahwa mikroalga mampu menyerap CO? 10 hingga 50 kali lebih cepat dibandingkan pohon di darat.

Mekanismenya sederhana: selama fotosintesis, mikroalga menyerap 
CO? sebagai sumber karbon untuk tumbuh dan memperbanyak diri. Ketika kadar CO? lebih tinggi di udara atau air, mikroalga justru tumbuh lebih cepat.

Itulah alasan mengapa banyak industri—terutama pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), pabrik semen, dan industri kimia mulai melirik mikroalga sebagai biofilter alami pada cerobong emisi.

Gas buang industri dapat dialirkan ke kolam mikroalga, dan organisme kecil itu menyerap CO? sebagai nutrisinya. Dengan cara ini, emisi industri dapat ditekan tanpa harus menunggu hadirnya teknologi penangkap karbon berbiaya tinggi.

Indonesia, sebagai negara dengan banyak industri berbasis energi fosil, memiliki peluang besar mengembangkan sistem biofilter mikroalga seperti ini. Selain ramah lingkungan, kegiatan ini juga dapat menghasilkan biomassa mikroalga yang bisa dimanfaatkan kembali sebagai pupuk, 
pakan,produk farmasi, bahan baku energi, dan lain-lain. Selain bertugas sebagai penyerap karbon, mikroalga juga dikenal sebagai pemurni air alami.

Mikroalga mampu menyerap zat pencemar seperti nitrogen, fosfat, logam berat, serta sisa-sisa bahan kimia berbahaya dari limbah rumah tangga maupun industri.
Dalam ekosistem alami, mikroalga memang telah menjalankan fungsi ini selama jutaan tahun. Air danau atau sungai yang jernih biasanya didukung oleh komunitas mikroalga yang seimbang.

Ketika nutrisi seperti nitrogen dan fosfat masuk dalam jumlah berlebihan, misalnya dari sabun, deterjen, pupuk kimia pertanian, atau limbah peternakan, maka terjadi eutrofikasi yang menyebabkan air tercemar. Namun dengan mengelola mikroalga secara terkontrol, kita dapat memanfaatkan kemampuan mikroalga untuk menurunkan kadar nutrisi berbahaya dan menjernihkan air secara alami.

Studi di India, Tiongkok, hingga Amerika Latin menunjukkan bahwa spesies tertentu seperti Chlorella, Scenedesmus, dan Spirulina mampu menurunkan kadar amonia hingga 80–95% dan fosfat hingga 70–90%. Sebagian besar kota besar di negara berkembang menghadapi masalah 
limbah domestik dan air kumuh, oleh karena itu, penerapan kolam mikroalga untuk pengolahan limbah bisa menjadi solusi murah dan berkelanjutan.

Di Indonesia sendiri, beberapa kampus dan lembaga penelitian telah mengembangkan model pengolahan limbah cair menggunakan mikroalga. Limbah pasar, limbah peternakan, hingga limbah tahu memiliki karakteristik kaya nutrisi yang baik untuk pertumbuhan mikroalga. Jika 
dimanfaatkan dengan baik, teknologi fitoremediasi mikroalga dapat membantu banyak kota mengurangi pencemaran sungai dan memperbaiki kualitas air.

Saat dunia berupaya keluar dari ketergantungan pada energi fosil, mikroalga kembali menjadi kandidat kuat sebagai sumber bioenergi generasi terbaru. Banyak orang mungkin mengira bioenergi hanya berasal dari kelapa sawit, jagung, atau tebu, tetapi mikroalga menawarkan keunggulan yang jauh lebih tinggi.

Beberapa jenis mikroalga mampu menghasilkan minyak (lipid) hingga 50–70% dari massa keringnya. Minyak ini dapat diolah menjadi biodiesel berkualitas tinggi. Keunggulannya, mikroalga tidak membutuhkan lahan luas dan tidak bersaing dengan tanaman pangan.

Budidayanya bisa dilakukan dikolam, tangki tertutup, bahkan di atas lahan tidak produktif seperti tanah kering, pesisir, atau dekat area industri.

Selain biodiesel, mikroalga mampu menghasilkan bioetanol, hidrogen, dan biogas. Bahkan beberapa penelitian terbaru mengembangkan microalgae Microbial Fuel Cell (mMFC) yang memanfaatkan proses fotosintesis sebagai sumber listrik yang sekaligus pengolahan limbah.

Penelitian ini sudah berlangsung diberbagai kampus di Indonesia dengan hasil awal yang menjanjikan.

Jika dikembangkan secara serius, Indonesia bisa menjadi produsen energi hijau berbasis mikroalga, mengurangi emisi, meningkatkan kemandirian energi, dan menciptakan lapangan kerja 
baru di sektor hijau.

Indonesia adalah negara kepulauan tropis yang kaya akan keanekaragaman mikroalga. Dari pesisir pantai Sumatera hingga danau-danau besar di Kalimantan dan Sulawesi, mikroalga tumbuh subur. 
Namun pemanfaatannya masih sangat terbatas.

Di tengah banyaknya teknologi hijau yang mahal dan sulit diterapkan, mikroalga justru menawarkan solusi yang sederhana, murah, dan alami. Organisme kecil ini telah bekerja menjaga bumi sejak jutaan tahun lalu. Kini, ketika manusia menghadapi ancaman perubahan iklim, krisis air, dan pencemaran lingkungan, mikroalga kembali menawarkan kontribusinya.

Masa depan lingkungan mungkin tidak hanya ditentukan oleh teknologi besar, tetapi juga oleh makhluk mikroskopis yang hidup di kolam, danau, dan laut kita.

Mikroalga bukan sekadar topik riset di laboratorium. Ia adalah kekuatan biologis yang dapat membantu Indonesia menghadapi tantangan lingkungan, sambil membuka peluang ekonomi hijau yang baru. Karena itu, sudah waktunya kita memandang mikroalga bukan sekadar organisme kecil, melainkan salah satu kunci penting masa depan bumi. (***)

#Akademika

Index

Berita Lainnya

Index