Lemahnya Pendidikan Karakter Berimbas Pada Maraknya Perselingkuhan

Lemahnya Pendidikan Karakter Berimbas Pada Maraknya Perselingkuhan
Sabarnuddin, Mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Padang

KECANGGIHAN media komunikasi menghantarkan kondisi masyarakat lambat laun mengalami kebobrokan dalam segi etika dan karakter.

Pembaruan dan kemudahan dalam berbagai teknologi yang ditawarkan semakin menjadi penguat betapa hebatnya zaman ini mengubah tatanan kehidupan bahkan pola pikir dan cara pandang masyarakat.

Kehebatan secara teknologi yang menjadi tuntutan zaman tidak perlu dinafikan namun ada hal yang menjadi sangat fundamental dibalik semua kecanggihan, yakni perilaku masyarakat yang semakin tidak terkontrol.

Akar masalah dari masa anak- anak hingga dewasa diawali oleh penggunaan media yang tidak pada tempatnya menjadi biang masalah di berbagai tempat.

Salah satu yang saat ini tengah hangat ditengah masyarakat yakni perselingkuhan. Satu fenomena yang semakin hari semakin parah. Menurut laporan terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, angka pernikahan terus mengalami penurunan yang signifikan.

Data statistik menunjukkan tren yang mencolok, terutama dalam tiga tahun terakhir. Dari tahun 2021 hingga tahun 2023, angka pernikahan di Indonesia menyusut sebanyak 2 juta, sebuah penurunan yang mengkhawatirkan.

Disamping itu, laporan jua menyorot angka perceraian di Indonesia selama tiga tahun terakhir, meskipun sempat meningkat tahun 2022, angka perceraian kembali menurun tahun 2023 meski tidak signifikan dengan salah satu faktornya ialah perselingkuhan.

Survei yang dilakukan oleh Just Dating menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat kedua di Asia sebagi negara kasus perselingkuhan tertinggi yakni 40%
Dengan berbagai kejadian yang digeneralisir profesi tertentu mudah untuk selingkuh atau jabatan tertentu mudah untuk selingkuh, realitanya dengan viral nya berbagai kasus bahkan sampai pengangguran sekalipun sangat berpotensi untuk melakukan hal demikian.

Hal ini buka kali pertama dalam berbagai kasus perselingkuhan, namun beberapa tahun belakangan seolah sangat mudah melakukan hal keji ini bahkan dibongkar oleh pasangan sendiri dengan diumbar pada media.

Jika ditarik akar masalah pada terjadi masalah pada pasangan tersebut itu merupakan suatu hal yang wajar karena sejalan dengan pepatah tidak gading yang tak retak yang berarti semua orang punya celah dan tidak ada manusia yang sempurna, namun hal ini tidak menjadi pembenaran untuk mencari kenyamanan di luar rumah atau bersama orang lain selain pasangan.

Pendidikan yang Terlupakan

Setinggi apapun jabatan atau strata pendidikan seseorang , ternyata tidak menjamin akan selamat dari potensi akan munculnya rasa untuk mencari yang lain selain dengan pasangan. 

Psikolog anak dan keluarga Fakultas Psikologi UI menjelaskan kondisi perkawinan, relasi antar pasangan, atau faktor dalam diri suami atau istri bisa memicu terjadinya perselingkuhan.

Dalam hal ini terdapat berbagai kemungkinan yang bisa saja terjadi, namun pada kenyataanya dengan berbagai resepsi, kemesraan yang ditampilkan pada publik tidak menjadi keyakinan hubungan tersebut baik hingga maut memisahkan. Jika ditelisik ada beberapa hal yang menjadi pencetus awal mula rasa atau keadaan itu berubah dalam hubungan suami istri.

Salah satunya ialah perihal usia kematangan atau kondisi labilnya seseorang yang mudah terpengaruh atau merasakan kebosanan akan suasana, hal ini menjadi awal terjadi suatu pikiran pada ujung nya yang salah.

Penelitian psikolog asal Amerika menyebut prevelensi perselingkuhan 1,2% - 85,5 %, namun angka perselingkuhan yang paling banyak berkisar 20- 25% untuk orang yang menikah dan 33- 50 % untuk orang dewasa muda yang aktif aplikasi kencan.

Pengajaran akan moral yang telah ditempuh selama masa pendidikan hanya akan menjadi kenangan dalam benak jika dihadapkan pada perselingkuhan.

Pada hakekatnya tidak lagi memandang siapa dan dimana nafsu yang bergejolak dan tidak dapat ditahan menghancurkan rumah tangga yang telah dibangun selama bertahun tahun. 

Terlepas dari apapun latar belakangnya dalam tatanan  kehidupan bermasyarakat terutama berumah tangga ada cara yang baik bila tidak lagi ingin bersama , karena ini menyangkut hidup dua keluarga. Jika sejak awal dinikahi atau diajak untuk berkeluarga dengan baik-baik maka begitu pula mengakhirinya.

Hilangnya moralitas masa kini ialah betapa banyaknya kasus viral di media sosial yang sangat menyayat hati melihat perlakukan yang menjadi korban sementara pasangan asik dengan selingkuhannya.

Tiada Kontrol dalam Media dan Bermasyarakat

Sebuah fakta yang tidak bisa dibantah oleh siapapun bahwa media menjadi tontonan sekaligus tuntunan hampir semua orang abad ini. semua hal yang ditampilkan oleh media menjadi contoh dan trend yang harus diikuti.

Ada banyak hal yang tidak seharusnya ditampilkan oleh media, karena saat ini semua umur punya kesempatan untuk mengakses apapun yang ada dalam media dan justru dipertontonkan berbagi kasus dan sinetron atau sejenisnya sebagai tayangan mereka.

Media dalam ini tidak salah sepenuhnya karena menjadi tuntutan zaman, saat ini semua terbuka hanya saja perlu ada kontrol lebih mengingat budaya Indonesia sejak dahulu kala memegang erat adat ketimuran yakni rasa malu yang tinggi. Jika terus dan berlanjut tayangan yang tidak mendidik bukan tidak mungkin anak anak pun akan melakukan hal serupa yang dilakukan orang dewasa.

Kehadiran tokoh masyarakat sebagai sentral dalam mencegah dan mengekusi kasus-kasus yang terjadi, ada berbagai PR besar yang menjadi tanggung jawab para tokoh. Dalam ranah masyarakat akan terlihat seberapa jauh dan parah tingkat kasus tersebut dengan solusi seperti apa pula cara terbaiknya.

Selain berbagai cara baik dari diri seseorang masing- masing namun peranan pemuka, tokoh dan warga masyarakat juga turut mengahdirkan kenyamanan. Dengan kerja sama yang baik dalam menjaga keutuhan keluarga di wilayah setempat, akan menjadi contoh pada wilayah lain yang menjadi bahan perbincangan sebab kasus tersebut.

Solusi untuk Generasi Muda

Semakin maraknya kasus perselingkuhan lantas tidak harus mematahkan semangat para penerus bangsa untuk memperbaiki keadaan utamanya pada diri masing- masing. Jika ditinjau dari segi manapun tidak ada satu hal pun yang membenarkan perselingkuhan.

Nafsu yang tidak terkontrol justru yang akan membawa keluarga jatuh pada jurang kehinaan. Mendidik serta mengkampanyekan akan pentingnya keutuhan keluarga menjadi kebutuhan utama sebab saat ini gaya hidup yang beraneka ragam begitu pula cara pandang generasi muda sangat jauh berbeda dari zaman dahulu kala.

Media dengan segala kecanggihannya bisa dimanfaatkan untuk mengolah informasi dengan baik bukan justru digunakan untuk melancarkan aksi mencari dan bermain api yang akan membakar habis keluarga sendiri.

Kesadaran akan pentingnya menyelamatkan keluarga lebih dari segalanya, pengaruh buruk yang datang akan mudah diatasi dengan membangun pondasi yang baik serta merawat cinta yang telah tertanam dengan kuat.

Kesadaran yang kuat akan menghadirkan kenyamanan hingga kapanpun bahkan akan mampu tersalur atau merambat ke sekitar teman atau tetangga karena pengaruh positif akan lebih baik untuk disebarkan.

Penguatan akan keyakinan pada agama dan budaya sangat ditekankan pada generasi saat ini, karena begitu cobaan kuat datang bila tidak mampu di hadang dengan agama dan menjaga budayakan mudah terombang- ambing oleh pengaruh pergaulan yang tak tentu arah. (Sabarnuddin, Mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Padang)

Berita Lainnya

Index