IKATAN YANG DIBESARKAN !

Sabtu, 24 Mei 2025 | 14:09:13 WIB
Rudi Susanto

Ikatan ini bukan sekadar organisasi, dan jelas bukan sekadar barisan jas merah yang lalu-lalang di ruang formal. IMM—Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah—adalah ruang tempur gagasan, tempat para pemuda menempa diri menjadi lebih dari sekadar “aktivis sibuk” yang haus jabatan.

IMM tumbuh bukan dari kenyamanan, tapi dari keresahan. Resah melihat kampus yang semakin kehilangan idealisme. Resah melihat mahasiswa yang digiring menjadi konsumen pendidikan, bukan produsen perubahan. Resah pada mereka yang mengaku intelektual tapi hanya pandai meniru, bukan mencipta.

Di dalam IMM, ikatan itu dibesarkan. Bukan hanya karena kita satu bendera merah, tapi karena kita satu semangat: membebaskan pikiran dan menghidupkan nurani.

IMM tidak butuh ramai-ramai hanya untuk foto kegiatan. IMM butuh kehadiran yang jujur—yang mau berpikir, menggugat, lalu bergerak. IMM bukan untuk mereka yang hanya ingin terlihat, tapi untuk mereka yang ingin berkontribusi secara nyata.

Maka jika hari ini IMM dianggap lambat, mungkin karena yang cepat hanyalah formalitasnya. Tapi di bawahnya, ada bara yang terus dijaga: idealisme, keberanian bersuara, dan integritas yang tak bisa dibeli oleh dunia luar.

IMM dibesarkan oleh ikatan, bukan dikekang. IMm besar karena terus mengikatkan diri pada nilai, bukan pada posisi. Karena dalam IMM, jabatan bukan tujuan—melainkan ladang amal dan ujian kesetiaan pada cita-cita.

Dan pada akhirnya, jika kau bertanya: apa yang membuat kami tetap berdiri? Maka jawabannya bukan karir, bukan pamrih—tapi keyakinan bahwa perubahan tak akan lahir dari diam.

Ikatan ini memang dibesarkan.

Tapi kami tahu, tugas kami belum selesai: membesarkan pula bangsa dan kemanusiaan dengan kerja yang nyata.

 kerja nyata yang dimulai dari ruang terkecil—kampus, komunitas, bahkan dari obrolan warung kopi. Kita tidak sedang membangun citra, kita sedang membangun kesadaran. Bahwa menjadi bagian dari IMM bukan tentang berada di atas panggung, tapi tentang berani mengambil posisi di balik layar perubahan.

Kritik adalah bagian dari cinta. Dan IMM harus terbuka terhadap kritik, termasuk dari dalam tubuhnya sendiri. Karena tak ada ikatan yang sehat jika tak bisa dikritik. Jangan sampai jas merah hanya jadi seragam simbolik, tapi kosong isi. Jangan sampai struktur organisasi begitu megah, tapi tidak tahu apa yang sedang diperjuangkan.

Kalau kita tidak reflektif, kita hanya akan jadi rutinitas yang berjalan tanpa arah.

Kita harus jujur: IMM hari ini juga punya PR besar. Masih ada kader yang merasa cukup dengan ikut acara, tapi enggan membaca. Masih ada pengurus yang lebih hafal kalender kegiatan daripada peta masalah umat. Dan lebih parahnya lagi, ada juga yang lebih semangat bikin spanduk daripada memperjuangkan substansi. Ini kenyataan yang harus kita akui, bukan disangkal.

IMM bukan ruang suci. Tapi justru karena itu, ia harus jadi ruang yang terus disucikan dengan nilai, bukan dilindungi dari kritik. Kita tidak anti terhadap perubahan, tapi juga tidak sembarang mengubah hanya karena ingin terlihat progresif. IMM harus jadi penyeimbang antara idealisme yang tajam dan kebijaksanaan yang mendalam.

Menjadi kader IMM berarti siap hidup dalam pertentangan: antara ideal dan realitas, antara cita dan fakta. Dan itu tidak mudah. Tapi justru di situlah latihan kedewasaan dimulai. Kita belajar bahwa memperjuangkan nilai itu butuh waktu, butuh konsistensi, dan butuh keberanian untuk tetap waras di tengah kegilaan sosial.

Ikatan ini bukan tempat untuk lari dari kenyataan. Tapi juga bukan tempat untuk merasa paling benar sendiri. 

IMM adalah tempat belajar: belajar berpikir, belajar merasa, dan belajar hidup dengan orang lain yang tidak selalu satu pendapat. Kita tumbuh dalam keragaman cara pandang, tapi bersatu dalam semangat perubahan.

Banyak yang bilang IMM ketinggalan zaman.

Tapi barangkali, zamanlah yang terlalu cepat berubah, tanpa sempat menimbang arah. Di tengah budaya instan, IMM tetap memilih jalan yang penuh perenungan. Kita tidak mau sekadar ikut tren. Kita ingin menciptakan arus. Dan itu tidak akan lahir dari kecepatan, tapi dari kedalaman.

IMM tidak menjanjikan masa depan yang mapan. Tapi ia menawarkan masa depan yang bermakna. Kita mungkin tidak jadi orang paling kaya, tapi kita ingin jadi orang yang paling berguna. Karena sejak awal, IMM tidak pernah mengajarkan kita cara menang sendiri—tapi cara berjalan bersama menuju keadilan.

Akhirnya, ikatan ini bukan hanya tentang organisasi. 

Ia adalah rumah bagi mereka yang percaya bahwa menjadi mahasiswa bukan soal titel, tapi tanggung jawab. Menjadi Muslim bukan sekadar ibadah, tapi keberpihakan. Dan menjadi manusia bukan hanya hidup, tapi menghidupkan. IMM adalah tempat kita menanam benih, meski tahu mungkin kita tidak akan sempat memanen.

Kalau kamu membaca ini dan merasa terusik, mungkin kamu memang dipanggil untuk menjadi bagian dari perubahan. Dan kalau kamu sudah jadi bagian dari IMM, mari terus jaga bara ini. Karena ikatan ini dibesarkan bukan untuk dibanggakan, tapi untuk diteruskan. 

Oleh: Rudi Susanto

Tags

Terkini