Menelusuri Asal Usul Misteri Nama Pulau Busuk : Warisan Sejarah di Sepanjang Sungai Batang Kuantan

Menelusuri Asal Usul Misteri Nama Pulau Busuk : Warisan Sejarah di Sepanjang Sungai Batang Kuantan

SelarasRiau.com, Kuansing - Pulau Busuk, salah satu desa tertua di Kecamatan Inuman, Kabupaten Kuantan Singingi, memiliki nama yang tidak biasa sekaligus mengundang rasa penasaran. 

Di balik nama yang terkesan aneh ini, tersimpan cerita sejarah panjang yang tak lepas dari perjuangan dan dinamika masyarakat setempat.

Sejarah Awal dan Konteks Kawasan

Kecamatan Inuman saat ini terdiri dari 14 desa, yang semuanya berasal dari kawasan bersejarah bernama Koto Gelugur (kini disebut Koto Inuman). 

Desa-desa ini berkembang di sepanjang Sungai Batang Kuantan, sungai besar yang menjadi sumber kehidupan utama masyarakat, mulai dari transportasi, perikanan, hingga kebutuhan air sehari-hari.

Pulau Busuk sendiri terletak di ujung barat Kecamatan Inuman, berbatasan dengan wilayah Kuantan Hilir. Pada awal abad ke-20, kawasan ini adalah daratan kosong tanpa penghuni. 

Penduduk dari Koto Gelugur kemudian bermigrasi dan mendirikan pemukiman di sana, menjadikannya salah satu desa dengan akar sejarah yang kuat.

Asal Usul Nama "Pulau Busuk"

Nama Pulau Busuk mulai dikenal luas pada masa penjajahan Jepang (1942–1945). Ketika itu, Jepang mendatangkan romusha (tenaga kerja paksa) dari Pulau Jawa untuk membangun jalur kereta api yang menghubungkan Sawahlunto (Sumatera Barat) dengan Logas, wilayah tambang emas di Riau.

Pekerjaan berat ini menelan banyak korban jiwa. Dengan fasilitas penguburan yang minim, mayat para romusha sering kali dibuang ke Sungai Singingi, yang kemudian terbawa arus hingga Sungai Batang Kuantan. 

Banyak dari mayat tersebut tersangkut di batang-batang kayu di tepi Pulau Busuk, menimbulkan bau menyengat yang bertahan selama berbulan-bulan. Peristiwa inilah yang diyakini menjadi asal usul nama Pulau Busuk.

Namun, menurut Prof. Asdi Agustar, seorang akademisi asal Pulau Busuk, kemungkinan nama ini sudah ada sebelum masa penjajahan Jepang. Penamaan desa-desa di sepanjang Sungai Kuantan sering kali berdasarkan kondisi lokal saat pertama kali ditemukan atau dihuni. 

Misalnya, bau tertentu yang mungkin berasal dari bangkai binatang atau fenomena alam lainnya bisa saja menjadi alasan penamaan ini.

Tradisi Penamaan dan Simbol Identitas

Budayawan Kuantan Singingi, seperti Prof. UU Hamidi dan Prof. Suardi, menyebutkan bahwa tradisi penamaan desa oleh masyarakat Minangkabau biasanya terinspirasi dari fenomena alam atau peristiwa spesifik. 

Nama seperti "Pulau Busuk" dianggap sebagai cara masyarakat merekam sejarah atau pengalaman mereka di lokasi tersebut.

Pada tahun 1960-an, pernah ada usulan untuk mengubah nama Pulau Busuk menjadi "Pulau Harapan" atau "Pulau Haji." 

Namun, masyarakat setempat memilih mempertahankan nama asli sebagai bagian dari identitas dan sejarah mereka. Nama ini kini menjadi simbol perjuangan dan kenangan kolektif yang dihormati.

Pelajaran dari Nama Pulau Busuk

Di balik nama yang unik ini, Pulau Busuk mengingatkan kita pada pentingnya menghormati sejarah, tradisi, dan identitas lokal. Desa ini tidak hanya menjadi bagian dari peta geografis, tetapi juga menjadi saksi bisu perjalanan panjang masyarakatnya.

Seperti yang dikatakan oleh Prof. Hasdi Agustar, "Apapun nama kampung kita, itu adalah tempat yang selalu dirindukan untuk pulang." Pulau Busuk, dengan segala kisah dan identitasnya, adalah bukti nyata bahwa setiap nama memiliki cerita dan makna yang berharga. *** (gion)

#Wisata

Index

Berita Lainnya

Index