PELALAWAN – Deru mesin menggema di tengah hutan Tesso Nilo. Satu per satu batang sawit tumbang, menandai berakhirnya sebuah babak panjang perambahan, sekaligus membuka lembaran baru pemulihan hutan. Di Desa Bagan Limau, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Sabtu (20/12/2025), negara akhirnya benar-benar hadir—bukan dengan amarah, melainkan dengan tangan terbuka dan harapan.
Momentum ini menjadi simbol perubahan. Di atas lahan yang selama bertahun-tahun berubah menjadi kebun sawit, bibit pohon kembali ditanam. Sebuah pesan kuat dikirimkan: Taman Nasional Tesso Nilo tak boleh lagi kehilangan jati dirinya sebagai rumah bagi hutan dan satwa liar.
Menteri Kehutanan RI Raja Juli Antoni berdiri di tengah kawasan itu, menyaksikan langsung proses penumbangan sawit dan penanaman pohon. Didampingi Wakil Menteri ATR/BPN Ossy Dermawan serta Plt Gubernur Riau SF Hariyanto, ia menegaskan bahwa langkah ini bukanlah perang melawan rakyat.
“Hari ini adalah momen bersejarah. Negara hadir di Tesso Nilo bukan untuk memusuhi masyarakat, tetapi untuk membujuk dan mengajak, agar kita bisa menyelamatkan hutan ini bersama-sama,” ujar Raja Juli Antoni dengan nada tegas namun menenangkan.
Bagi pemerintah, Tesso Nilo bukan sekadar hamparan hijau di peta. Ia adalah benteng terakhir keanekaragaman hayati Riau—rumah bagi gajah, tapir, rusa, dan satwa lain yang kian terdesak. Karena itu, relokasi warga dilakukan agar kawasan ini bisa kembali bernapas.
“Kita relokasi masyarakat ke luar kawasan taman nasional agar Tesso Nilo tetap hidup. Hutan ini harus kembali menjadi rumah yang aman bagi satwa-satwa liar,” katanya.
Namun di balik upaya penyelamatan hutan, ada kehidupan manusia yang juga harus dijaga. Pemerintah menegaskan, relokasi bukan berarti memutus harapan warga. Justru sebaliknya, langkah ini dimaksudkan agar masyarakat memiliki masa depan yang lebih aman dan pasti.
“Masyarakat harus tetap bisa bekerja, membesarkan keluarga, dan hidup dengan nyaman. Itu komitmen kami,” lanjutnya.
Sebagai bukti keseriusan, pemerintah menyiapkan jalan keluar konkret. Sertifikat lama milik warga diserahkan kembali kepada negara, dan sebagai gantinya diterbitkan izin hutan kemasyarakatan bagi tiga kelompok tani. Selain itu, skema Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) juga disiapkan agar warga memiliki kebun yang sah dan legal.
“Hari ini sekitar 600 hektare lahan dari 228 kepala keluarga sudah diserahkan. Ini bukan kehilangan, tapi pengorbanan untuk masa depan yang lebih besar,” ungkap Raja Juli Antoni.
Ia menyebut masyarakat Desa Bagan Limau sebagai contoh keberanian memilih jalan sulit demi kebaikan bersama. Langkah ini diharapkan menjadi pemantik perubahan di wilayah lain di sekitar Tesso Nilo.
Di sisi lain, Plt Gubernur Riau SF Hariyanto menegaskan dukungan penuh Pemerintah Provinsi Riau. Ia menyadari, proses ini tidak mudah dan membutuhkan konsistensi serta keberanian politik.
“Kami mendukung penuh langkah pemerintah pusat. Kami juga berharap dukungan Satgas Penertiban Kawasan Hutan agar penyediaan lahan pengganti bisa segera terwujud,” kata SF Hariyanto.
Menurutnya, relokasi harus diselesaikan hingga tuntas. Kepastian hukum bagi masyarakat dan pemulihan ekosistem Tesso Nilo harus berjalan seiring, tanpa saling mengorbankan.
“Ini bukan pekerjaan sehari dua hari. Tapi hari ini kita memulai sesuatu yang besar. Menyelamatkan Tesso Nilo berarti menyelamatkan masa depan,” pungkasnya. *** (dil)