BUAH matoa mungkin belum setenar durian atau mangga. Namun, siapa sangka, buah eksotis dari Papua ini menyimpan cerita asal-usul dan nilai budaya yang begitu menarik.
Tumbuh subur di hutan-hutan tropis timur Indonesia, pohon matoa bisa menjulang hingga puluhan meter. Tak heran, matoa sering disebut sebagai salah satu buah kebanggaan Papua.
Secara bentuk, matoa mirip dengan lengkeng atau rambutan, hanya saja kulitnya lebih keras dan halus. Daging buahnya kenyal, manis, dan beraroma wangi. Banyak orang menggambarkan rasa matoa sebagai perpaduan unik antara durian, rambutan, dan lengkeng sekaligus. Begitu mencicipinya, biasanya orang langsung jatuh cinta.
Di Papua, pohon matoa dianggap istimewa karena jarang berbuah—biasanya hanya sekali setahun. Saat musim panen tiba, buah ini kerap dibagi-bagikan sebagai tanda kebersamaan. Tradisi berbagi matoa sudah lama hidup di tengah masyarakat, menjadikannya simbol persaudaraan di tanah Papua.
Menariknya, kini pohon matoa juga banyak dijumpai di Pekanbaru. Bahkan, di area kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim Riau dan Universitas Riau (Unri), pohon matoa tumbuh rindang dan kerap menjadi perhatian mahasiswa. Saat musim berbuah, tak jarang buah matoa dipetik bersama-sama.
“Di kampus UIN banyak pohon matoa, kalau musim berbuah biasanya mahasiswa suka berebut memetiknya. Rasanya unik, manis, agak mirip rambutan tapi lebih kenyal,” ujar Rina, seorang mahasiswi UIN Suska.
Hal senada juga diungkapkan Ari, warga sekitar kampus Unri. Ia menyebut matoa sudah jadi buah yang cukup akrab bagi masyarakat Pekanbaru.
“Kalau dulu saya tahunya matoa itu hanya dari Papua, ternyata di Pekanbaru juga banyak pohonnya. Anak-anak biasanya senang makan matoa langsung dari pohonnya,” katanya.
Selain kaya cerita budaya, matoa juga menyimpan manfaat kesehatan. Buah ini mengandung vitamin C, vitamin E, serta antioksidan yang baik untuk daya tahan tubuh. Tak heran jika matoa kini semakin populer, bahkan diminati wisatawan asing.
Keberadaan matoa menjadi bukti betapa kayanya alam Indonesia. Dari Papua hingga tumbuh subur di Pekanbaru, matoa bukan hanya buah tropis yang lezat, tetapi juga warisan budaya sekaligus kekayaan hayati yang patut dijaga.
Jadi, jika berkunjung ke Pekanbaru atau Papua, jangan lupa mencicipi manisnya buah matoa yang unik ini. *** (mra)